MEDIA INDEPENDENT KOMNAS HAM PARTAI CALEG 2009 GEOPOL

SLOGAN


Kembali, Rakyat Miskin Tolak Caleg Pro-Neoliberalisme dan Antek Imperialis

Berdikari Online, Jakarta: Sebanyak 300-an massa rakyat miskin dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) menggelar aksi massa ke kantor KPU pusat, Jalan Iman Bonjol no. 29, Jakarta, siang tadi (19/02/09). Massa yang sebagian besar ibu-ibu ini, meminta KPU segera mencoret daftar caleg dan partai yang terindikasi sebagai pendukung kebijakan neoliberalisme dan antek imperialisme. Dalam aksinya, massa SRMI juga membawa keranda mayat yang ditutupi kain hijau, sebagai symbol atas penderitaan rakyat miskin atas caleg dan partai hasil pemilu 2004.

Massa menggelar aksinya persis di depan pintu keluar KPU. Meski demikian, aksi ini mendapat pengawalan ketat oleh puluhan aparat kepolisian. Dengan antusias, para ibu-ibu menerikkan slogan-slogan anti neoliberalisme dan anti imperialisme. Beberapa aktifis menyampaikan orasinya secara bergantian. Aksi ini juga dihibur oleh nyanyian perjuangan dari aktitis Serikat Pengamen Merdeka (SPM), yang membawakan sejumlah lagu-lagu perjuangan.



Marlo Sitompul, ketua umum SRMI, mengatakan, aksi ke kantor KPU bertujuan untuk meminta KPU agar segera mencoret atau mencabut sejumlah daftar nama caleg dan partai yang terindikasi sebagai pendukung neoliberalisme dan imperialisme. Menurutnya, dari puluhan ribu caleg yang ikut berkompetisi dalam pemilu 2009, terdapat sejumlah nama-nama yang sebenarnya terbukti aktif dalam menggolkan kebijakan neoliberal yang merugikan rakyat, seperti kenaikan harga BBM. Keterlibatan aktif rakyat dalam memberikan suaranya, tentu saja sangat menentukan nasibnya dalam lima tahun kedepan.



"Rakyat harus berani melawan segala bentuk politik uang, dan kalau bisa melaporkannya, karena politik uang justru menjadi faktor kendaraan bagi elit pencari kekuasaan. Setelah mereka berkuasa, mereka akan berpikir bagaimana caranya mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan pada saat kampanye, bahkan dalam jumlah yang lebih besar".



Hal senada juga disampaikan "Bin-bin" Firman Tresnadi. Menurutnya, kebijakan neoliberal yang sedang berlansung di Indonesia dipelihara dan dilaksanakan melalui sejumlah kaki tanganya di dalam negeri, termasuk sejumlah caleg dan partai politik. Untuk mengetahui mana partai pro-neoliberal, menurut Bin-bin, tinggal merujuk pada sepak terjang dan track record mereka selama di parlemen. Dalam kurun waktu 2004- 2009, ada puluhan produk UU pro-neoliberal yang dihasilkan, diantaranya; UU penanaman modal, UU minerba, UU sumber daya air, dan UU BHP. banyak diantara UU tersebut yang lansung didanai oleh lembaga-lembaga imperialis, seperti USAID dan Bank Dunia, kemudian dipergunakan oleh pemerintah sebagai dasar hukum untuk menjalakan reformasi neoliberal.



Sedangkan Rudi Hartono, perwakilan Berdikari online, menilai bahwa pemilu punya arti penting bagi kehidupan rakyat Indonesia ke depan. Jadi, pemilu tidak sekadar mencontreng dan memberikan suara, namun punya makna politik yang menentukan masa depan bangsa Indonesia; apakah mempertahankan situasi sekarang ini, yang berarti kemiskinan, sembako tetap mahal, penggusuran paksa, pendidikan mahal, dan pelayanan kesehatan yang sulit; ataukah mendorong perubahan politik untuk melahirkan pemerintahan baru yang lebih berpihak dan anti-neoliberal.



Menurut Rudi, karena suara rakyat punya makna politik dan menentukan, sehingga seyogianya benar-benar digunakan untuk mendukung caleg atau partai yang punya komitmen mensejahterakan rakyat. Rakyat harus berani menolak sogokan dan segala hal yang berbau politik uang. Sebaliknya, rakyat harus memulai mempertanyakan apa program caleg, bagaimana mewujudkannya, dan apa jaminannya supaya tidak dilanggar. "rakyat perlu terlibat aktif dalam mobilisasi-mobilisasi dan mendukung caleg aktifis kerakyatan"; ungkap Rudi Hartono.



Selain berorasi, beberapa perwakilan massa aksi juga diterima berdialog oleh pimpinan KPU. Dalam proses dialog itu, pihak KPU mengaku tidak punya kewenangan untuk mencoret atau mencabut caleg atau partai pro-neoliberalisme dan antek imperialis, karena bukan kewenangan KPU. Akan tetapi, KPU menganjurkan kepada organisasi-organisasi sosial untuk mengkampanyekan isu-isu semacam itu di tengah-tengah rakyat. Ini tentu akan menjadi pendidikan politik yang kritis bagi para pemilih.



Setelah menggelar aksi selama beberapa jam, massa SRMI akhirnya membubarkan diri secara tertib, dan kembali ke rumah masing-masing.

0 komentar:

CLOCK

Login | Facebook

Yahoo! Messenger